Pesisir merupakan daerah
pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat meliputi bagian daratan, baik
kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti
pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut
meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang
terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan
oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran
(Soegiarto, 1976; Dahuri et al, 2001).
Wilayah pesisir adalah suatu
wilayah peralihan antara daratan dan lautan dimana batasnya dapat didefinisikan
baik dalam konteks struktur administrasi pemerintah maupun secara ekologis.
Batas ke arah darat dari wilayah pesisir mencakup batas
administratif seluruh desa (sesuai dengan ketentuan Direktorat
Jenderal Pemerintahan Umum dan otonomi Daerah, Depdagri) yang termasuk dalam
wilayah pesisir menurut Program Evaluasi Sumber Daya Kelautan (MERP). Sementara
batas wilayah ke arah laut suatu wilayah pesisir untuk keperluan praktis dalam
proyek MERP adalah sesuai dengan batas laut yang terdapat dalam peta Lingkungan
Pantai Indonesia (LPI) dengan skala 1:50.000 yang diterbitkan oleh Badan
Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), (Dahuri dkk.,1996).
Berdasarkan beberapa definisi di
atas dapat disimpulkan bahwa Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara
darat dan laut; kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan
baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut
seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan kearah
laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses
alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun
yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan
pencemaran.
Daerah pesisir merupakan salah
satu pusat kegiatan ekonomi nasional melalui kegiatan masyarakat
seperti perikanan laut, perdagangan, budidaya perikanan (aquakultur),
transportasi, pariwisata, pengeboran minyak dan sebagainya. Seperti
diketahui bahwa secara biologis wilayah pesisir merupakan lingkungan
bahari yang paling produktif dengan sumber daya maritim utamanya seperti hutan
bakau (mangrove), terumbu karang (coral reefs), padang lamun (sea
grass beds), estuaria, daerah pasang surut dan laut lepas serta sumber daya
yang tak dapat diperbaharui lainnya seperti minyak bumi dan gas alam.
Manfaat ekosistem pantai sangat
banyak, namun demikian tidak terlepas dari permasalahan lingkungan, sebagai
akibat dari pemanfaatan sumber daya alam di wilayah pantai. Permasalahan
lingkungan yang sering terjadi di wilayah perairan pantai, adalah pencemaran,
erosi pantai, banjir, inturusi air laut, penurunan biodiversitas pada ekosistem
mangrove dan rawa, serta permasalahan sosial ekonomi.
Lingkungan pantai merupakan
daerah yang selalu mengalami perubahan, karena merupakan daerah pertemuan
kekuatan yang berasal darat dan laut . Perubahan ini dapat terjadi secara
lambat hingga cepat tergantung pada imbang daya antara topografi, batuan, dan
sifatnya dengan gelombang, pasang surut dan angin. Oleh karena itu didalam
pengelolaan daerah pessisir diperlukan suatu kajian keruangan mengingat
perubahan ini bervariasi antar suatu tempat dengan tempat lain.
Banyak faktor yang menyebabkan
pola pembangunan sumber daya pesisir dan lautan selama ini bersifat tidak
optimal dan berkelanjutan. Namun, kesepakatan umum mengungkapkan bahwa salah
satu penyebabnya terutama adalah perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sumber
daya pesisir dan lautan yang selama ini dijalankan secara sektoral dan
terpilah-pilah. Beberapa usaha untuk menanggulangi erosi dan mundurnya garis
pantai telah dilakukan oleh pihak-pihak terkait, diantaranya adalah dengan
melakukan kegiatan pengisian pantai (beach fill). Tetapi pada kenyataannya
pantai tersebut masih terjadi erosi dan terjadi mundurnya garis pantai di
sekitar pantai pasir buatan.
Permasalahan Pesisir
Banyaknya pemanfaatan dan
berbagai aktifitas yang terus berlangsung dampak negatif pun muncul.
Dampak-dampak utama saat ini berupa polusi, abrasi, erosi dan
sedimentasi, kerusakan kawasan pantai seperti hilangnya mangrove,
degradasi daya dukung lingkungan dan kerusakan biota pantai/laut.
Termasuk diantaranya isu administrasi, hukum seperti otonomi daerah,
peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah), konflik-konflik daerah
dan sektoral merupakan persoalan yang harus dipecahkan bersama
melalui manajemen kawasan pantai terpadu
Selain itu berdasarkan pemantauan
Departemen Kelautan dan Perikanan serta Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan
Nasional, kenaikan muka air laut di Indonesia rata-rata 5-10 milimeter per
tahun. Strategi adaptasi dan mitigasi belum menyeluruh sehingga garis pantai
semakin mundur. Luas daratan hilang setiap tahun mencapai 4.759 hektar.
Terkikisnya daratan pesisir itu memusnahkan vegetasi mangrove karena tidak
mampu bermigrasi. Mangrove sebagai penahan gelombang air laut terancam
punah.
Konsep Pengelolaan Terpadu
Wilayah Pesisir
Pengelolaan sumberdaya wilayah
pesisir yang mengelola adalah semua orang dengan objek segala sesuatu yang ada
di wilayah pesisir. Contoh pengelolaan wilayah pesisir adalah ;
pengelolaan perikanan, pengelolaan hutan pantai, pendidikan dan kesehatan. Yang
paling utama dari konsep pengelolaan wilayah pesisir adalah fokus pada karakteristik
wilayah dari pesisir itu sendiri, dimana inti dari konsep pengelolaan wilayah
pesisir adalah kombinasi dari pembangunan adaptif, terintegrasi, lingkungan,
ekonomi dan sistem sosial.
Pengelolaan terpadu Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan,
pengawasan dan pengendalian Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antar
sektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan
laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Menurut UU No. 27 Tahun 2007
tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilaksanakan dengan tujuan untuk melindungi,
mengkonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya Sumber Daya
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan;
menciptakan keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah
dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; memperkuat peran
serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif masyarakat
dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil agar tercapai
keadilan, keseimbangan, keberkelanjutan, meningkatkan nilai sosial, ekonomi,
dan budaya Masyarakat melalui peran serta masyarakat dalam pemanfaatan Sumber
Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dalam pengelolaan pantai juga
harus diperhatikan upaya pengendalian kerusakan pantai. Selain itu diperhatikan
juga upaya pengawasan. Pengendalian kerusakan pantai merupakan upaya
untuk mencegah, menanggulangi, serta melakukan pemulihan
kualitas lingkungan yang rusak yang disebabkan oleh alam dan
manusia. Pengendalian Kerusakan pantai yang dapat merugikan
kehidupan, dilakukan secara menyeluruh yang mencakup upaya pencegahan,
penanggulangan, dan pemulihan. Upaya pencegahan dilakukan
melalui perencanaan pengendalian kerusakan pantai yang disusun
secara terpadu dan menyeluruh.
Pencegahan dilakukan baik melalui
kegiatan fisik dan/atau nonfisik. Kegiatan fisik dapat berupa
pembangunan sarana dan prasarana daerah pantai serta upaya lainnya dalam
rangka pencegahan kerusakan/ bencana pantai. Upaya pencegahan lebih
diutamakan pada kegiatan nonfisik berupa kegiatan penyusunan dan/atau
penerapan piranti lunak yang meliputi antara
lain pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian.
Pengendalian kerusakan pantai ini menjadi tanggung jawab pemerintah,
pemerintah daerah, serta pengelola pantai dan masyarakat.
Mitigasi bencana adalah
kegiatan-kegiatan yang bersifat meringankan penderitaan akibat
bencana. Penanggulangan dilakukan secara terpadu oleh
instansi-instansi terkait dan masyarakat melalui suatu badan
koordinasi penanggulangan bencana pada tingkat nasional, Propinsi,
dan kabupaten/kota.
Pemulihan kerusakan daerah pantai
dilakukan dengan memulihkan kembali fungsi lingkungan hidup dan
sistem prasarana daerah pantai. Contoh upaya pemulihan terhadap kerusakan
pantai dapat dijumpai pada:
· Pantai
berpasir yang mengalami kerusakan akibat pengaruh adanya angkutan pasir sejajar
pantai atau angkutan pasir tegak lurus yang melebihi
pasokannya. Pemulihan dapat dilakukan dengan cara pengisian (suplai)
pasir sampai pada kedudukan garis pantai awal ditambah dengan pengisian pasir
awal dan pengisian pasir secara periodik sehingga pasir yang keluar seimbang
dengan pasir yang masuk. Untuk mengurangi jumlah pasir yang diisikan secara
periodik, maka pada lokasi pantai yang dipulihkan dapat dipasang krib tegak
lurus atau krib sejajar pantai yang berfungsi mengurangi besarnya angkutan
pasir sejajar pantai.
·
Pantai berbakau, maka pemulihan dapat dilakukan
dengan usaha penanaman bakau. Agar bakau yang masih muda tahan terhadap
hempasan gelombang, didepan lokasi yang di tanami bakau, perlu dipasang
struktur semacam pemecah gelombang yang bersifat sementara. Apabila bakau telah
tumbuh dan mampu menahan gelombang, pemecah gelombang tidak berfungsi lagi.
·
Pantai berkarang, pemulihan kerusakan karang
dapat dilakukan dengan usaha penanaman karang, dengan cara menempelkan potongan
karang pada akar karang yang masih ada. Untuk pemulihan pantai berbakau dan
pantai berkarang perlu keahlian khusus dalam kedua bidang tersebut, antara lain
ahli biologi dan lingkungan.
Perlindungan dan pengamanan
daerah pantai terhadap ancaman gelombang, diutamakan menggunakan perlindungan
alami yang ada. Kalau ternyata perlindungan alami sudah tidak dapat
dimanfaatkan atau sudah tidak dapat diaktifkan kembali untuk kegiatan
perlindungan pantai, maka baru dipilih alaternatif lain yaitu dengan
menggunakan perlindungan buatan (artificial protection).
Alam pada umumnya telah
menyediakan mekanisme perlindungan pantai secara alamiah yang efektif.
Perlindungan alamiah ini dapat berupa hamparan pasir di pantai yang cukup
banyak, atau tanaman pantai yang tumbuh di daerah berlumpur seperti pohon
mangrove dan nipah, atau terumbu karang yang berada di sepanjang pantai.
Perlindungan alami ini sudah berjalan sangat lama, sehingga telah membentuk
suatu keseimbangan yang dinamis. Bilamana perlindungan alami ini terganggu maka
akan terjadi ketidakstabilan di pantai tersebut.
kebijakan-kebijakan pemerintah yang mengklaim melindungi rakyat ternyata hanya sebagai kamuflase, intisari dari semuanya hanyalah membentangkan karpet merah selebar-lebarnya kepada pihak Kapitalisme.
BalasHapus