PRESS
RILIS KASUS PROVINSI BENGKULU
1. PENGALIHAN PERTANIAN
PADA PIHAK KORPORASI
Menteri BUMN Dahlan Iskan menawarkan
program pertanian berbasis koporasi, dimana sawah petani diserahkan kepada
perusahaan atau BUMN yang akan ditunjuk, namun dengan jaminan setiap 1 hektar
sawah dapat panen 4 ton per hektar. “Panen tersebut akan diserahkan kepada
petani pemilik sawah. Dan dia (petani) tetap dipekerjakan mendapatkan upah
kerja,” kata Dahlan.
Namun, minimal lahan yang harus
digarap setidaknya mencapai 1.600 hektar sampai 2.000 hektar dalam satu
kesatuan. Lahan tersebut diserahkan pengelolaannya saja, agar bisa
dikelola oleh BUMN. “Pekerjaannya masih melibatkan petani, dan hasilnya untuk
petani. Tapi, semua dari 1.600 hektar atau 2.000 hektar, pemiliknya harus
setuju,” kata Dahlan.
Sebab itu, tugas pemerintah Provinsi
Bengkulu adalah melakukan sosialisasi kepada petani, agar memahami program
peningkatan swasembada beras ini. Dia yakin, jika sistem pertanian berbasis
korporasi tersebut dilaksanakan, maka Indonesia akan ekspor beras. “Tahun ini
sebenarnya Indonesia sudah berani ekspor, tapi kurang yakin. Jika tidak ada
wabah yang luar biasa, tahun ini sudah bisa ekspor beras,” ujarnya.
Dia mengatakan, Kementerian BUMN
memang terkait dengan target swasembada beras, namun BUMN membantu program
peningkatan swasembada beras tersebut. Yaitu dengan cara memajukan pertanian
yang berbasis korporasi. “Selama ini pertanian di Indonesia bersifat
individual, terserah petani saja. Misalnya mereka mau jual gabah, terserah
mereka,” katanya.
Dia kemudian menceritakan, 30 tahun
lalu petani di Indonesia masih giat. “Tapi sekarang sudah pada tua,
anak-anaknya sudah bisa bekerja. Dan mereka tidak lagi bertani, kebutuhannya
dicukupi anak-anaknya atau saudaranya. Sehingga, semangat bertani sudah tidak
seperti dulu lagi,” ujarnya.
Saat ini Kementerian BUMN mencoba
untuk menangani pertanian dengan basis sistem korporasi. Misalnya pengelolaan
sawah berbasis korporasi, buah-buahan tropis berbasis korporasi, nantinya
peternakan dan gula berbasis korporasi. “Jika pertanian berbasis korporasi,
ketika pasokan dibutuhkan, bisa terjadi transaksi. Kalau individual ya terserah
pemilik saja, mau jual sapi ketika ingin mengawinkan anak, ketika ingin naik
haji, misalnya,” katanya.
Gubernur Bengkulu H Junaidi Hamsyah
mengaku senang mendapatkan tawaran tersebut, dan akan segera menawarkan dan
mensosiialisasikan kepada petani. Program yang dicetuskan Menteri BUMN Dahlan
Iskan tersebut sangat bagus, sehingga akan ditindaklanjuti. “Petani akan
seperti mendapatkan durian runtuh. Sebab, meski dikelola oleh BUMN,
hasilnya tetap diberikan kepada petani. Dan petani akan mendapatkan upah atas
kerja mereka,” ujarnya.
Analisis
KASUS
PENDATAAN
Analisa
I
DATA
LUAS PERTANIAN SAWAH PROVINSI BENGKULU TAHUN 2002-2013
NO
|
Tahun
|
Luas
|
1
|
2002
|
118.343 Hektare
|
2
|
2003
|
111.281 Hektare
|
3
|
2004
|
11.305 Hektare
|
4
|
2005
|
109. 875 Hektare
|
5
|
2006
|
107. 106 Hektare
|
6
|
2007
|
106. 822 Hektare
|
7
|
2008
|
105. 443 Hektare
|
8
|
2009
|
105. 443 Hektare
|
9
|
2010
|
104. 539 Hektare
|
10
|
2011
|
101.170 Hektare
|
11
|
2012
|
90.848 Hektare
|
Sumber : BPS Provinsi Bengkulu
Berdasarkan
data diatas terlihat sangat jelas bahwa lahan pertanian Provinsi Bengkulu
semakin lama semakin menurun, dan ini dapat diprediksi lambat laun akan
menghilang dengan sendirinya. Indikasi
problematika ini bermula dari kebijakan pihak pemerintah yang slalu
mempropagandakan pengalihan status lahan pertanian menuju perkebunan tanpa
ditinjau dari berbagai sudut pandang, diantaranya mengenai Hak Ulayat, hak produksi Masyarakat, dll, ditambah lagi
keluarnya kebijakan dari Menteri BUMN untuk membiarkan pihak korporasi
mengambil peran dibidang pertanian. Oleh karena itu, permasalahan ini harus
benar-benar dikaji dengan matang namun pihak pemerintah seolah-olah mengalihkan
isu ini keranah kepentingan golongan tertentu dan melakukan pembodohan terhadap
masyarakat dengan alibi swasembada beras dengan melibatkan pihak korporasi
dalam pengelolaan lahan pertanian.
Selain
itu,Penciutan lahan ini dikarenakan dibutuhkan penguatan kelembagaan
struktural, dan menyamakan persepsi antara kepala daerah di kabupaten/kota.
Seperti di Kepahiang, justru kepala daerahnya mengencarkan
masyarakatnya untuk menanam Sengon ketimbang mempertahankan lahan
pangan. Kebijakan seperti ini dinilai Muslih jurang sejalan dan
tidak mendukung pada sektor sektor pertanian.
Tak
hanya itu, penyusunan RTRW sangat mempengaruhi, karena apabila di dalam
RTRW dinyatakan bahwa lahan pertanian tertentu bisa dialihfungsikan, maka
perizinan untuk konversi lahan pertanian tersebut akan mudah didapatkan
pengembang. di kota Bengkulu saat ini kawasan persawahan telah beralih menjadi
bangunan-bangunan permanen.
Analisa II
JUMLAH RUMAH TANGGA PETANI KABUPATEN/KOTA 2012-2013
NO
|
KABUPATEN/KOTA
|
JUMLAH RUMAH
TANGGA
|
1
|
Kota
Bengkulu
|
12. 287
|
2
|
Bengkulu
Selatan
|
29. 382
|
3
|
Rejang
Lebong
|
53. 954
|
4
|
Bengkulu
Utara
|
58. 114
|
5
|
KAUR
|
27. 803
|
6
|
Seluma
|
45. 042
|
7
|
Muko-Muko
|
28. 019
|
8
|
Lebong
|
26. 641
|
9
|
Kepahiang
|
31. 550
|
10
|
Bengkulu
Tengah
|
20. 836
|
|
Jumlah
|
333. 624
|
Sumber
: BPS, Diolah
Berdasarkan data
diatas jumlah keseluruhan Rumah Tangga Petani Provinsi Bengkulu bekisar 333.
624 Rumah Tangga, bila direlasikan dengan luas Pertanian Provinsi Bengkulu maka
dapat kita analisis :
Luas Lahan/Petani = Luas Lahan
Keseluruhan
Jumlah
Rumah Tangga
Luas Lahan/Petani = 90. 848
333.
624
= 0, 27 Ha/
Petani Sawah
Jadi, jelas bahwa para
petani Provinsi Bengkulu hanya mempunyai luas lahan sekitar 0, 27 Ha atau
berkisar 37, 037 Meter2 perorang. Data ini apabila lahan petani sama
rata namun apabila berbeda kita dapat menganalisa ketahap berikutnya :
Luas Lahan/Pertani Provinsi Bengkulu
|
Persentase
|
1 Ha (-)
|
57% (dari Jumlah Petani)
|
1 Ha
|
15% (dari Jumlah Petani)
|
1 Ha (+)
|
28% (dari Jumlah Petani)
|
Sumber
: Data diolah
Menurut kalangan petani 1,5 Hektare/Ha idealnya mendapatkan 3, 5 ton dan
1 ton mendapatkan 4 juta Rupiah (W. Riki, Harian Rakyat Bengkulu). Jadi, dari
sini kita dapat hitung pendapatan/Petani dalam sekali panen berdasarkan data
diatas:
a.
Jika (-) 1 Ha maka
dapat diasumsikan mendapatkan hasil panen berkisar (-) 1 ton, berarti
mendapatkan (-) Rp. 4 juta
b.
1 Ha dapat
diasumsikan diatas 1 ton berarti mendapatkan (+) Rp. 4 Juta
c.
(+) 1 Ha dapat
diasumsikan diatas 1 ton berarti (+) Rp. 4 Juta – Rp. 10 Juta)
Pertanyaannya apakah setiap Petani di Provinsi Bengkulu memiliki lahan 1
Hektare Sawah?? Berdasarkan data diatas,
jelas persentase Petani di Provinsi Bengkulu luas Lahannya di bawah 1 Hektare.
Lantas bagaimana mengatasi masalah ini? Dan ini akan berimplikasi pada
kesenjangan sosial antar petani yang memiliki luas lahan 1 Hektare/Ha dengan
petani yang luas lahannya di bawah 1 Hektare/Ha.
PEMBAHASAN
1.
Disaat kekurangan pangan bukannya memperkuat
basis produksi pertanian rakyat, pemerintah justru mengganti peran petani kecil
ke korporasi diantaranya melalui :
a. Food
Estate atau pertanian tanaman pangan berskala luas. Food
Estate memberikan penguasaan penuh bagi perusahaan swasta nasional dan
swasta asing untuk memproduksi pangan. Misalnya proyek Merauke Integrated Food
Energy and Estate (MIFEE) sudah mulai di garap oleh Wilmar Group dan
Rajawali group, dan diikuti oleh perusahaan swasta asing dan nasional lainnya
pada lahan seluas 570.000 ha yang dicadangkan Kementerian Pertanian periode
2010-2014. Kemudian PT Sang Hyang Seri dan PT Pupuk Sriwidjaja merespon program
food estate seluas 100.000 ha di Kalimantan (Mentan,Suswono 15 April 2012), PT
Nusa Agro Mandiri -pemilik restoran Solaria- 1.950 ha dan PT Miwon Indonesia
3.245 ha juga sudah mengelola Food Estate di Kalimantan.
b. Pertemuan
Forum Ekonomi Dunia Asia Pacifik (Jakarta 12-13 Juni 2011) menghasilkan
kesepakatan untuk membentuk World Economic Forum Partnership for Indonesia
Sustainable Agriculture antara pemerintah dengan 14 perusahaan pertanian dunia
seperti Medco, Nestle, Unilever, Cargill, Sygenta, Dupon, Mosanto, Mckinsey,
Indofood, ADM, SwissRA, Sinar Mas, Bungee, dan Kraft.
c. Gerakan Produksi Pangan dengan sistem
Petani Plus Korporasi Negara. Ada lima Konsorsium BUMN yang terlibat : PT
Pertani dan Sang Hyang Seri (penyedia benih); PT Pupuk Sriwijaya (pupuk); Perum
Jasa Tirta I dan II (air); Perum Perhutani, PT Inhutani, dan PT Perkebunan
Nusantara; serta Perum Bulog (pengelola hasil produksi) dengan salah satu
skemanya yaitu pola pengelolaan (sewa lahan petani). Pemerintah membentangkan
karpet merah bagi korporasi untuk semakin menguasai tanah dan pangan di
Indonesia, sementara para petani semakin sengsara.
2.
Rencana kebijakan Korporasi
sawah yang ditawarkan oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan justru dapat mengancam
keberadaan tanah ulayat dan hutan oleh korporasi.
3.
Deskripsi pembagian
hasil yang tidak jelas dari kebijakan tersebut sehingga lebih cenderung
merugikan pihak petani.
4.
Kebijakan ini
bertentangan dengan program yang dilontarkan oleh Presiden SBY yaitu membagikan tanah kepada petani kecil (gurem)
melalui Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN).
Resolusi
Pemerintah dalam hal ini Mengambil kebijakan untuk swasembada beras bukan
dengan mengorbankan peran petani terhadap korporasi, seharusnya pemerintah
memberikan solusi yang jitu seperti :
1.
petani
didistribusikan tanah terlantar, sesuai PP 11 Tahun 2010. Kemudian difasilitasi
dengan permodalan, sarana dan prasarana produksi pertanian,”
2. perbaiki sistem distribusi pupuk
dengan menyerahkannya ke Bulog kabupaten/kota. Lalu gapoktan ataupun kelompok
tani mengambil langsung ke Bulog sesuai Rencana Dasar Kebutuhan Kelompok
(RDKK), sehingga pupuk tersedia kapan saja.
3. “Pemerintah juga harus mendorong
berdirinya pusat-pusat penangkaran benih petani, sehingga bibit tidak langka
setiap musim tanam Selanjutnya, Bulog bisa membeli hasil panen petani dengan
harga yang pantas untuk meningkatkan kesejahteraan petani, daripada Bulog harus
membeli ke korporasi.
4.
“Biarkan
petani yang memproduksi kemudian BUMN di sektor hilir mengolahnya. Permasalahan
pertanian bukan mengambil alih sektor hulu.
5.
Ekstensifikasi
lahan atau usaha meningkatkan hasil pertanian dengan cara memperluas
lahan pertanian baru,misalnya membuka hutan dan semak belukar, daerah sekitar
rawa-rawa, dan daerah pertanian yang belum dimanfatkan
ANALISA LANJUTAN
Analisa Anggaran
Tanggal 20 Mei 2013 (Harian Rakyat
Bengkulu)
Anggaran
peningkatan produksi padi di Bengkulu bersumber dari BUMN dan DPRD Provinsi
Bengkulu akan kembali menganggarkan produksi pertanian. Untuk tahun ini,
penganggaran yang bersumber dari APBD Prov. Diantaranya :
NO
|
Keterangan
|
Jumlah
|
1
|
Peningkatan/optimalisasi lahan sawah
|
Rp. 3,99 Miliar
|
2
|
Pengadaan alat angkut hasil pertanian kendaraan
roda 3
|
Rp. 393,1 Juta
|
3
|
Peningkatan pengetahuan dan
keterampilan petugas dan Petani
|
Rp. 100 Juta
|
4
|
Peningkatan jalan sentra produksi
pertanian
|
Rp. 1, 79 Miliar
|
5
|
Peningkatan kesejahteraan petani
|
Rp. 252, 75 Juta
|
6
|
Penyediaan sarana petani
|
Rp. 6, 12 Miliar
|
|
Jumlah
|
Rp. 12 Miliar
|
Sumber
: Burhandari, M.Si (Anggota Komisi III DPRD Prov)
Analisa Kasus diatas
Analisa Anggaran
1. Apabila
untuk peningkatan/optimalisasi lahan sawah maka dapat kita analisa dengan
menghitung jumlah anggaran/lahan sawah, maka :
Anggaran/Lahan Sawah = Jumlah
Anggaran 1 tahun
Luas Sawah Keseluruhan
= 3,
99 Miliar
90.
848 Ha
= 0,043
Miliar atau berkisar Rp. 43. 000.000/lahan Sawah
Jadi,
jelas pada perhitungan diatas, anggaran Peningkatan/optimalisasi lahan sawah
per Hektarenya berkisar Rp. 43.000.000 Juta, ditambah lagi bantuan dana dari BUMN,
dengan anggaran sebesar ini tanpa bantuan pengelolaan Korporasipun Petani akan
sejahtera dan mampu meningkatkan produksi pertaniannya hingga mencapai
swasembada beras yang maksimal, dan ini apabila lahan sawah petani semuanya 1
Hektare, pada data sebelumnya menerangkan dengan jelas bahwa petani di provinsi
Bengkulu persentase lahan sawah dibawah 1 Hektare jauh lebih besar dibanding
lahan sawah 1 Hektare atau lebih.ditambah lagi dana bantuan dari BUMN. Kesimpulannya,
dari hasil perhitungan diatas jelaslah sudah tanpa Korporasipun petani mampu
meningkatkan kesejahteraannya dan meningkatkan produksi pertanian/swasembada
beras tanpa melalui Korporasi.
2.
Untuk Pengadaan alat angkut hasil
pertanian kendaraan roda 3, maka dapat kita hitung : jumlah Anggaran
Jumlah RT Petani
: Rp. 393.100.000 Juta
333. 624
: Rp. 1178/Petani
Dari data diatas
jelaslah sudah, dalam Anggaran Pengadaan alat angkut hasil pertanian kendaraan
roda 3, petani hanya mendapatkan Rp. 1.178/petani, bagaimana petani dapat alat
angkut hasil pertanian kendaraan??sementara petani hanya mendapatakan jatah Rp.1.178.
ini problematika penganggaran yang sebenarnya tidak perlu terjadi,seharusnya
pihak eksekutif menghitung dan mengkaji semua jumlah petani di Prov.Bengkulu
agar anggaran ini tepat sasaran dan sesuai kebutuhan, bukan hanya sekedar
menganggarkan tanpa ada tinjauan yang jelas.
3.
Peningkatan kesejahteraan petani,
berdasarkan data diatas baik itu data dari anggaran Daerah dan Jumlah Rumah
Tangga Petani, maka dapat kita analisa kesejahteraan 1 Rumah Tangga Petani : Jumlah
Anggaran Kesejahteraan petani
Jumlah Rumah
Tangga keseluruhan
252.750.000
Juta
333. 624
: Rp.
757,58
Berdasarkan perhitungan
diatas, jelaslah sudah anggaran untuk kesejahteraan 1 petani hanya berkisar Rp.
757, 58.
4.
Penyediaan sarana petani, dengan data
anggaran dan data jumlah keseluruhan Rumah Tangga Petani, maka dapat kita
hitung sarana yang didapatkan/Petani :
Jumlah
Anggaran Penyediaan sarana petani = 6, 12 Miliar = Rp. 18. 344
Jumlah
Keseluruhan Rumah Tangga Petani
333. 624
Berdasarkan perhitungan
diatas, jelaslah sudah anggaran untuk penyediaan sarana petani yang didapat 1
orang petani berkisar Rp. 18. 344.
PEMBAHASAN
1. Berdasarkan
semua perhitungan Anggaran diatas, maka pendapatan/petani melalui Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Bengkulu yaitu :
·
Anggaran Peningkatan/optimalisasi lahan
sawah + Pengadaan alat angkut hasil pertanian kendaraan roda 3 + Peningkatan
kesejahteraan petani + Penyediaan sarana petani = Rp. 43.000.000 + Rp. 1.178 +
Rp. 757, 58 + Rp. 18.344 = 43. 020. 279. 58, jadi, bantuan yang didapat 1
petani dari APBD berkisar Rp. 43.020.279,58 Juta
Jadi,
dari hasil perhitungan diatas jelaslah sudah anggaran yang bisa dikelola oleh
petani berkisar Rp. 43. 020. 279, 58/Petani, dan dengan anggaran ini petani
mampu mengelola dan meningkatkan produksi pertaniannya bahkan swasembada
beraspun akan tercapai tanpa harus Korporasi dalam Hal ini BUMN ikut campur
dalam Pengelolaan lahan pertanian.
Berdasarkan
pengakuan dari petani bahwa untuk modal dalam sekali panen berkisar Rp. 10 Juta
(Harian Rakyat Bengkulu tanggal 13 Mei 2013). Maka dapat dihitung :
43.
020. 279, 58 Juta – Rp. 10.000.000 = Rp. 33. 020. 279, 58 Juta/ petani.
Jadi,
dalam 1 kali panen petani justru surplus dana sebesar 33. 020. 279, 58 Juta.
Sekalipun gagal panen petani tetap mampu bertahan/survive tanpa kendala
sedikitpun.
2. Tanpa
bantuan dana dari BUMN pun petani mampu bertahan/ meningkatkan lahan
pertaniannya untuk mencapai swasembada beras. Apalagi jika BUMN membantu
disektor hilirnya. Dalam kurun waktu singkatpun petani qt sejahtera dan
swasembada tercapai.
3. Permasalahan
yang sebenarnya dalam swasembada beras bukanlah dari petani tidak mampu
menghasilkan, bagaimana petani mampu menghasilkan sedangkan bantuan untuk
meningkatkan pertanian dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) provinsi
Bengkulu belum terasa sepenuhnya, dikarenakan realisasi anggaran tersebut tidak
jelas Implementasinya.
Kesimpulan
Berdasarkan
data perhitungan diatas, petani mendapatkan subsidi anggaran tahun ini sebesar
Rp. 43. 020. 279, 58/Petani, jika direlasikan dengan biaya produksi petani yang
lahannya diatas 1 Hektare dalam 1 kali panen sebesar + Rp. 10 Juta,
apalagi petani Prov.Bengkulu lahannya mayoritas dibawah 1 Hektare, maka dengan
anggaran APBD Prov.Bengkulupun petani mampu meningkatkan produksi lahan
pertaniannya tanpa harus pihak KORPORASI ikut campur. Permasalahannya, apakah
anggaran ini betul-betul menyentuh kepada petani??apakah petani juga
betul-betul mendapatkan manfaatnya dari anggaran sebesar ini? Jika dibandingkan
antara surplus Anggaran Daerah dengan realita kondisi petani saat ini,
sangatlah berbanding terbalik, ada apa dibalik semua ini?? Dananya ada tapi
petani tetap tidak sejahtera?? Dan jika diasumsikan berarti Implementasi dan
realisasi anggaran yang perlu diperjelas juga pengawasan yang dilakukan oleh
pihak Legislatif juga patut dipertanyakan.
ANALISA LANJUTAN III
KPDT
(Kementerian Pembangunan Desa Tertinggal (KPDT) RI mengucurkan bantuan ke
Bengkulu sebesar Rp. 114 Miliar yang bersumber dari dana APBN tahun 2013
khususnya bantuan fisik. Klasifikasinya yaitu : pengadaan mesin perontok
jagung, handtraktor, pembangunan perpusatakaan desa, bantuan computer dan
sebagainya. Dana ini diperuntukan bagi kabupaten yang tertinggal, khususnya
dibengkulu terdapat 6 kabupaten yaitu : Seluma, Kepahiang, Bengkulu Tengah,
Lebong, Mukomuko dan Kaur. (Radar Bengkulu, 2 Juni 2013).
Dengan
informasi ini artinya, para petani Provinsi Bengkulu mendapatkan bantuan dana
dari berbagai sumber yaitu mulai dari APBN, APBD dan BUMN. Nah, jelaslah sudah
meskipun tanpa korporasipun petani prov. Bengkulu mampu meningkatkan swasembada
beras bahkan kesejahteraannya tercapai, permasalahannya adalah lagi-lagi
Implementasi dan realisasi anggaran tersebut yang belum jelas, dan inilah salah
satu indikasi mengapa petani kita saat ini kesejahteraannya masih dbawah
rata-rata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar