Selasa, 11 Juni 2013

Korporasi Menjerat Hak-hak Rakyat (Petani Sawah)

PRESS RILIS KASUS PROVINSI BENGKULU


1.     PENGALIHAN PERTANIAN PADA PIHAK KORPORASI


Menteri BUMN Dahlan Iskan menawarkan program pertanian berbasis koporasi, dimana sawah petani diserahkan kepada perusahaan atau BUMN yang akan ditunjuk, namun dengan jaminan setiap 1 hektar sawah dapat panen 4 ton per hektar. “Panen tersebut akan diserahkan kepada petani pemilik sawah. Dan dia (petani) tetap dipekerjakan mendapatkan upah kerja,” kata Dahlan.
Namun, minimal lahan yang harus digarap setidaknya mencapai 1.600 hektar sampai 2.000 hektar dalam satu kesatuan.  Lahan tersebut diserahkan pengelolaannya saja, agar bisa dikelola oleh BUMN. “Pekerjaannya masih melibatkan petani, dan hasilnya untuk petani. Tapi, semua dari 1.600 hektar atau 2.000  hektar, pemiliknya harus setuju,” kata Dahlan.
Sebab itu, tugas pemerintah Provinsi Bengkulu adalah melakukan sosialisasi kepada petani, agar memahami program peningkatan swasembada beras ini. Dia yakin, jika sistem pertanian berbasis korporasi tersebut dilaksanakan, maka Indonesia akan ekspor beras. “Tahun ini sebenarnya Indonesia sudah berani ekspor, tapi kurang yakin. Jika tidak ada wabah yang luar biasa, tahun ini sudah bisa ekspor beras,” ujarnya.
Dia mengatakan, Kementerian BUMN memang terkait dengan target swasembada beras, namun BUMN membantu program peningkatan swasembada beras tersebut. Yaitu dengan cara memajukan pertanian yang berbasis korporasi. “Selama ini pertanian di Indonesia bersifat individual, terserah petani saja. Misalnya mereka mau jual gabah, terserah mereka,” katanya.
Dia kemudian menceritakan, 30 tahun lalu petani di Indonesia masih giat. “Tapi sekarang sudah pada tua, anak-anaknya sudah bisa bekerja. Dan mereka tidak lagi bertani, kebutuhannya dicukupi anak-anaknya atau saudaranya. Sehingga, semangat bertani sudah tidak seperti dulu lagi,” ujarnya.
Saat ini Kementerian BUMN mencoba untuk menangani pertanian dengan basis sistem korporasi. Misalnya pengelolaan sawah berbasis korporasi, buah-buahan tropis berbasis korporasi, nantinya peternakan dan gula berbasis korporasi. “Jika pertanian berbasis korporasi, ketika pasokan dibutuhkan, bisa terjadi transaksi. Kalau individual ya terserah pemilik saja, mau jual sapi ketika ingin mengawinkan anak, ketika ingin naik haji, misalnya,” katanya.
Gubernur Bengkulu H Junaidi Hamsyah mengaku senang mendapatkan tawaran tersebut, dan akan segera menawarkan dan mensosiialisasikan kepada petani. Program yang dicetuskan Menteri BUMN Dahlan Iskan tersebut sangat bagus, sehingga akan ditindaklanjuti. “Petani akan seperti mendapatkan durian runtuh.  Sebab, meski dikelola oleh BUMN, hasilnya tetap diberikan kepada petani. Dan petani akan mendapatkan upah atas kerja mereka,” ujarnya.
Analisis KASUS
PENDATAAN
Analisa I
DATA LUAS PERTANIAN SAWAH PROVINSI BENGKULU TAHUN 2002-2013
NO
Tahun
Luas
1
2002
118.343 Hektare
2
2003
111.281 Hektare
3
2004
11.305 Hektare
4
2005
109. 875 Hektare
5
2006
107. 106 Hektare
6
2007
106. 822 Hektare
7
2008
105. 443 Hektare
8
2009
105. 443 Hektare
9
2010
104. 539 Hektare
10
2011
101.170 Hektare
11
2012
90.848 Hektare
Sumber  : BPS Provinsi Bengkulu
Berdasarkan data diatas terlihat sangat jelas bahwa lahan pertanian Provinsi Bengkulu semakin lama semakin menurun, dan ini dapat diprediksi lambat laun akan menghilang dengan sendirinya.  Indikasi problematika ini bermula dari kebijakan pihak pemerintah yang slalu mempropagandakan pengalihan status lahan pertanian menuju perkebunan tanpa ditinjau dari berbagai sudut pandang, diantaranya mengenai Hak Ulayat,  hak produksi Masyarakat, dll, ditambah lagi keluarnya kebijakan dari Menteri BUMN untuk membiarkan pihak korporasi mengambil peran dibidang pertanian. Oleh karena itu, permasalahan ini harus benar-benar dikaji dengan matang namun pihak pemerintah seolah-olah mengalihkan isu ini keranah kepentingan golongan tertentu dan melakukan pembodohan terhadap masyarakat dengan alibi swasembada beras dengan melibatkan pihak korporasi dalam pengelolaan lahan pertanian.
Selain itu,Penciutan lahan ini dikarenakan dibutuhkan penguatan kelembagaan struktural, dan menyamakan persepsi antara kepala daerah di kabupaten/kota. Seperti di Kepahiang, justru kepala daerahnya  mengencarkan  masyarakatnya untuk  menanam Sengon ketimbang  mempertahankan lahan pangan. Kebijakan  seperti ini dinilai Muslih  jurang sejalan dan tidak mendukung pada sektor  sektor pertanian.
Tak hanya itu, penyusunan RTRW  sangat mempengaruhi, karena apabila di dalam RTRW dinyatakan bahwa lahan pertanian tertentu bisa dialihfungsikan, maka perizinan untuk konversi lahan pertanian tersebut akan mudah didapatkan pengembang. di kota Bengkulu saat ini kawasan persawahan telah beralih menjadi bangunan-bangunan permanen.
Analisa II
JUMLAH RUMAH TANGGA PETANI KABUPATEN/KOTA 2012-2013
NO
KABUPATEN/KOTA
JUMLAH RUMAH TANGGA
1
Kota Bengkulu
12. 287
2
Bengkulu Selatan
29. 382
3
Rejang Lebong
53. 954
4
Bengkulu Utara
58. 114
5
KAUR
27. 803
6
Seluma
45. 042
7
Muko-Muko
28. 019
8
Lebong
26. 641
9
Kepahiang
31. 550
10
Bengkulu Tengah
20. 836

Jumlah
333. 624
Sumber : BPS, Diolah
                Berdasarkan data diatas jumlah keseluruhan Rumah Tangga Petani Provinsi Bengkulu bekisar 333. 624 Rumah Tangga, bila direlasikan dengan luas Pertanian Provinsi Bengkulu maka dapat kita analisis :
Luas Lahan/Petani = Luas Lahan Keseluruhan
Jumlah Rumah Tangga

Luas Lahan/Petani = 90. 848
333. 624
                              = 0, 27 Ha/ Petani Sawah

Jadi, jelas bahwa para petani Provinsi Bengkulu hanya mempunyai luas lahan sekitar 0, 27 Ha atau berkisar 37, 037 Meter2 perorang. Data ini apabila lahan petani sama rata namun apabila berbeda kita dapat menganalisa ketahap berikutnya :

Luas Lahan/Pertani Provinsi Bengkulu
Persentase
1 Ha (-)
 57% (dari Jumlah Petani)
1 Ha
15% (dari Jumlah Petani)
1 Ha (+)
28% (dari Jumlah Petani)
Sumber : Data diolah
Menurut kalangan petani 1,5 Hektare/Ha idealnya mendapatkan 3, 5 ton dan 1 ton mendapatkan 4 juta Rupiah (W. Riki, Harian Rakyat Bengkulu). Jadi, dari sini kita dapat hitung pendapatan/Petani dalam sekali panen berdasarkan data diatas:
a.       Jika (-) 1 Ha maka dapat diasumsikan mendapatkan hasil panen berkisar (-) 1 ton, berarti mendapatkan (-) Rp. 4 juta
b.      1 Ha dapat diasumsikan diatas 1 ton berarti mendapatkan (+) Rp. 4 Juta
c.       (+) 1 Ha dapat diasumsikan diatas 1 ton berarti (+) Rp. 4 Juta – Rp. 10 Juta)
Pertanyaannya apakah setiap Petani di Provinsi Bengkulu memiliki lahan 1 Hektare Sawah??  Berdasarkan data diatas, jelas persentase Petani di Provinsi Bengkulu luas Lahannya di bawah 1 Hektare. Lantas bagaimana mengatasi masalah ini? Dan ini akan berimplikasi pada kesenjangan sosial antar petani yang memiliki luas lahan 1 Hektare/Ha dengan petani yang luas lahannya di bawah 1 Hektare/Ha.
PEMBAHASAN
1.      Disaat kekurangan pangan bukannya memperkuat basis produksi pertanian rakyat, pemerintah justru mengganti peran petani kecil ke korporasi diantaranya melalui :
a.       Food Estate atau pertanian tanaman pangan berskala luas. Food Estate memberikan penguasaan penuh bagi perusahaan swasta nasional dan swasta asing untuk memproduksi pangan. Misalnya proyek Merauke Integrated Food Energy and Estate (MIFEE) sudah mulai di garap oleh Wilmar Group dan Rajawali group, dan diikuti oleh perusahaan swasta asing dan nasional lainnya pada lahan seluas 570.000 ha yang dicadangkan Kementerian Pertanian periode 2010-2014. Kemudian PT Sang Hyang Seri dan PT Pupuk Sriwidjaja merespon program food estate seluas 100.000 ha di Kalimantan (Mentan,Suswono 15 April 2012), PT Nusa Agro Mandiri -pemilik restoran Solaria- 1.950 ha dan PT Miwon Indonesia 3.245 ha juga sudah mengelola Food Estate di Kalimantan.
b.      Pertemuan Forum Ekonomi Dunia Asia Pacifik (Jakarta 12-13 Juni 2011) menghasilkan kesepakatan untuk membentuk World Economic Forum Partnership for Indonesia Sustainable Agriculture antara pemerintah dengan 14 perusahaan pertanian dunia seperti Medco, Nestle, Unilever, Cargill, Sygenta, Dupon, Mosanto, Mckinsey, Indofood, ADM, SwissRA, Sinar Mas, Bungee, dan Kraft.
c.       Gerakan Produksi Pangan dengan sistem Petani Plus Korporasi Negara. Ada lima Konsorsium BUMN yang terlibat : PT Pertani dan Sang Hyang Seri (penyedia benih); PT Pupuk Sriwijaya (pupuk); Perum Jasa Tirta I dan II (air); Perum Perhutani, PT Inhutani, dan PT Perkebunan Nusantara; serta Perum Bulog (pengelola hasil produksi) dengan salah satu skemanya yaitu pola pengelolaan (sewa lahan petani). Pemerintah membentangkan karpet merah bagi korporasi untuk semakin menguasai tanah dan pangan di Indonesia, sementara para petani semakin sengsara.
2.      Rencana kebijakan Korporasi sawah yang ditawarkan oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan justru dapat mengancam keberadaan tanah ulayat dan hutan oleh korporasi.
3.      Deskripsi pembagian hasil yang tidak jelas dari kebijakan tersebut sehingga lebih cenderung merugikan pihak petani.
4.      Kebijakan ini bertentangan dengan program yang dilontarkan oleh Presiden SBY yaitu membagikan tanah kepada petani kecil (gurem) melalui Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN).
Resolusi
Pemerintah dalam hal ini Mengambil kebijakan untuk swasembada beras bukan dengan mengorbankan peran petani terhadap korporasi, seharusnya pemerintah memberikan solusi yang jitu seperti :
1.      petani didistribusikan tanah terlantar, sesuai PP 11 Tahun 2010. Kemudian difasilitasi dengan permodalan, sarana dan prasarana produksi pertanian,”
2.      perbaiki sistem distribusi pupuk dengan menyerahkannya ke Bulog kabupaten/kota. Lalu gapoktan ataupun kelompok tani mengambil langsung ke Bulog sesuai Rencana Dasar Kebutuhan Kelompok (RDKK), sehingga pupuk tersedia kapan saja.
3.      “Pemerintah juga harus mendorong berdirinya pusat-pusat penangkaran benih petani, sehingga bibit tidak langka setiap musim tanam Selanjutnya, Bulog bisa membeli hasil panen petani dengan harga yang pantas untuk meningkatkan kesejahteraan petani, daripada Bulog harus membeli ke korporasi.
4.      “Biarkan petani yang memproduksi kemudian BUMN di sektor hilir mengolahnya. Permasalahan pertanian bukan mengambil alih sektor hulu.
5.      Ekstensifikasi lahan atau usaha meningkatkan hasil pertanian dengan cara memperluas lahan pertanian baru,misalnya membuka hutan dan semak belukar, daerah sekitar rawa-rawa, dan daerah pertanian yang belum dimanfatkan
ANALISA LANJUTAN
Analisa Anggaran
Tanggal 20 Mei 2013 (Harian Rakyat Bengkulu)
Anggaran peningkatan produksi padi di Bengkulu bersumber dari BUMN dan DPRD Provinsi Bengkulu akan kembali menganggarkan produksi pertanian. Untuk tahun ini, penganggaran yang bersumber dari APBD Prov. Diantaranya :
NO
Keterangan
Jumlah
1
Peningkatan/optimalisasi lahan sawah
Rp. 3,99 Miliar
2
Pengadaan alat angkut hasil pertanian kendaraan roda 3
Rp. 393,1 Juta
3
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan petugas dan Petani
Rp. 100 Juta
4
Peningkatan jalan sentra produksi pertanian
Rp. 1, 79 Miliar
5
Peningkatan kesejahteraan petani
Rp. 252, 75 Juta
6
Penyediaan sarana petani
Rp. 6, 12 Miliar

Jumlah
Rp. 12 Miliar
Sumber : Burhandari, M.Si (Anggota Komisi III DPRD Prov)


Analisa Kasus diatas
Analisa Anggaran
1.      Apabila untuk peningkatan/optimalisasi lahan sawah maka dapat kita analisa dengan menghitung jumlah anggaran/lahan sawah, maka :
Anggaran/Lahan Sawah = Jumlah Anggaran 1 tahun
                                                       Luas Sawah Keseluruhan

                                       = 3, 99 Miliar
                                           90. 848 Ha

                                       = 0,043 Miliar atau berkisar Rp. 43. 000.000/lahan Sawah
Jadi, jelas pada perhitungan diatas, anggaran Peningkatan/optimalisasi lahan sawah per Hektarenya berkisar Rp. 43.000.000 Juta, ditambah lagi bantuan dana dari BUMN, dengan anggaran sebesar ini tanpa bantuan pengelolaan Korporasipun Petani akan sejahtera dan mampu meningkatkan produksi pertaniannya hingga mencapai swasembada beras yang maksimal, dan ini apabila lahan sawah petani semuanya 1 Hektare, pada data sebelumnya menerangkan dengan jelas bahwa petani di provinsi Bengkulu persentase lahan sawah dibawah 1 Hektare jauh lebih besar dibanding lahan sawah 1 Hektare atau lebih.ditambah lagi dana bantuan dari BUMN. Kesimpulannya, dari hasil perhitungan diatas jelaslah sudah tanpa Korporasipun petani mampu meningkatkan kesejahteraannya dan meningkatkan produksi pertanian/swasembada beras tanpa melalui Korporasi.
2.      Untuk Pengadaan alat angkut hasil pertanian kendaraan roda 3, maka dapat kita hitung : jumlah Anggaran
             Jumlah RT Petani
           : Rp. 393.100.000 Juta
                    333. 624
           : Rp. 1178/Petani
Dari data diatas jelaslah sudah, dalam Anggaran Pengadaan alat angkut hasil pertanian kendaraan roda 3, petani hanya mendapatkan Rp. 1.178/petani, bagaimana petani dapat alat angkut hasil pertanian kendaraan??sementara petani hanya mendapatakan jatah Rp.1.178. ini problematika penganggaran yang sebenarnya tidak perlu terjadi,seharusnya pihak eksekutif menghitung dan mengkaji semua jumlah petani di Prov.Bengkulu agar anggaran ini tepat sasaran dan sesuai kebutuhan, bukan hanya sekedar menganggarkan tanpa ada tinjauan yang jelas.
3.      Peningkatan kesejahteraan petani, berdasarkan data diatas baik itu data dari anggaran Daerah dan Jumlah Rumah Tangga Petani, maka dapat kita analisa kesejahteraan 1 Rumah Tangga Petani : Jumlah Anggaran Kesejahteraan petani
                                       Jumlah Rumah Tangga keseluruhan
                                       252.750.000 Juta
                                       333. 624
                                     : Rp. 757,58
Berdasarkan perhitungan diatas, jelaslah sudah anggaran untuk kesejahteraan 1 petani hanya berkisar Rp. 757, 58.
4.      Penyediaan sarana petani, dengan data anggaran dan data jumlah keseluruhan Rumah Tangga Petani, maka dapat kita hitung sarana yang didapatkan/Petani :
Jumlah Anggaran Penyediaan sarana petani   = 6, 12 Miliar = Rp. 18. 344
Jumlah Keseluruhan Rumah Tangga Petani       333. 624
Berdasarkan perhitungan diatas, jelaslah sudah anggaran untuk penyediaan sarana petani yang didapat 1 orang petani berkisar Rp. 18. 344.

PEMBAHASAN
1.      Berdasarkan semua perhitungan Anggaran diatas, maka pendapatan/petani melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Bengkulu yaitu :
·         Anggaran Peningkatan/optimalisasi lahan sawah + Pengadaan alat angkut hasil pertanian kendaraan roda 3 + Peningkatan kesejahteraan petani + Penyediaan sarana petani = Rp. 43.000.000 + Rp. 1.178 + Rp. 757, 58 + Rp. 18.344 = 43. 020. 279. 58, jadi, bantuan yang didapat 1 petani dari APBD berkisar Rp. 43.020.279,58 Juta
Jadi, dari hasil perhitungan diatas jelaslah sudah anggaran yang bisa dikelola oleh petani berkisar Rp. 43. 020. 279, 58/Petani, dan dengan anggaran ini petani mampu mengelola dan meningkatkan produksi pertaniannya bahkan swasembada beraspun akan tercapai tanpa harus Korporasi dalam Hal ini BUMN ikut campur dalam Pengelolaan lahan pertanian.
Berdasarkan pengakuan dari petani bahwa untuk modal dalam sekali panen berkisar Rp. 10 Juta (Harian Rakyat Bengkulu tanggal 13 Mei 2013). Maka dapat dihitung :
43. 020. 279, 58 Juta – Rp. 10.000.000 = Rp. 33. 020. 279, 58 Juta/ petani.
Jadi, dalam 1 kali panen petani justru surplus dana sebesar 33. 020. 279, 58 Juta. Sekalipun gagal panen petani tetap mampu bertahan/survive tanpa kendala sedikitpun.
2.      Tanpa bantuan dana dari BUMN pun petani mampu bertahan/ meningkatkan lahan pertaniannya untuk mencapai swasembada beras. Apalagi jika BUMN membantu disektor hilirnya. Dalam kurun waktu singkatpun petani qt sejahtera dan swasembada tercapai.
3.      Permasalahan yang sebenarnya dalam swasembada beras bukanlah dari petani tidak mampu menghasilkan, bagaimana petani mampu menghasilkan sedangkan bantuan untuk meningkatkan pertanian dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) provinsi Bengkulu belum terasa sepenuhnya, dikarenakan realisasi anggaran tersebut tidak jelas Implementasinya.
Kesimpulan
Berdasarkan data perhitungan diatas, petani mendapatkan subsidi anggaran tahun ini sebesar Rp. 43. 020. 279, 58/Petani, jika direlasikan dengan biaya produksi petani yang lahannya diatas 1 Hektare dalam 1 kali panen sebesar + Rp. 10 Juta, apalagi petani Prov.Bengkulu lahannya mayoritas dibawah 1 Hektare, maka dengan anggaran APBD Prov.Bengkulupun petani mampu meningkatkan produksi lahan pertaniannya tanpa harus pihak KORPORASI ikut campur. Permasalahannya, apakah anggaran ini betul-betul menyentuh kepada petani??apakah petani juga betul-betul mendapatkan manfaatnya dari anggaran sebesar ini? Jika dibandingkan antara surplus Anggaran Daerah dengan realita kondisi petani saat ini, sangatlah berbanding terbalik, ada apa dibalik semua ini?? Dananya ada tapi petani tetap tidak sejahtera?? Dan jika diasumsikan berarti Implementasi dan realisasi anggaran yang perlu diperjelas juga pengawasan yang dilakukan oleh pihak Legislatif juga patut dipertanyakan.
ANALISA LANJUTAN III
KPDT (Kementerian Pembangunan Desa Tertinggal (KPDT) RI mengucurkan bantuan ke Bengkulu sebesar Rp. 114 Miliar yang bersumber dari dana APBN tahun 2013 khususnya bantuan fisik. Klasifikasinya yaitu : pengadaan mesin perontok jagung, handtraktor, pembangunan perpusatakaan desa, bantuan computer dan sebagainya. Dana ini diperuntukan bagi kabupaten yang tertinggal, khususnya dibengkulu terdapat 6 kabupaten yaitu : Seluma, Kepahiang, Bengkulu Tengah, Lebong, Mukomuko dan Kaur. (Radar Bengkulu, 2 Juni 2013).
Dengan informasi ini artinya, para petani Provinsi Bengkulu mendapatkan bantuan dana dari berbagai sumber yaitu mulai dari APBN, APBD dan BUMN. Nah, jelaslah sudah meskipun tanpa korporasipun petani prov. Bengkulu mampu meningkatkan swasembada beras bahkan kesejahteraannya tercapai, permasalahannya adalah lagi-lagi Implementasi dan realisasi anggaran tersebut yang belum jelas, dan inilah salah satu indikasi mengapa petani kita saat ini kesejahteraannya masih dbawah rata-rata.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar